Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Nusa Tenggara Barat. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Kamis, 10 Februari 2011

RIFAT KHAN



Lahir di Pancor tanggal 24 April 1985. Aktif menulis sejak duduk di kelas 1 SMP.Banyak sekali karya yang sudah dibuat, seperti kumpulan puisi, cerpen. pernah juga puisinya dimuat di Buletin Lokal Embun. Email : rifat8524@yahoo.com. Tempat tinggal sekarang di Pancor Lombok Timur.



Delapan Oktober di Pagi Beku


Wajahmu bisu adikku
penuh dengan tanya
aku bukan sesiapa malam ini
mungkin sebagai yang asing bagimu
coba mengurai dan mengingat
Delapan Oktober aku menemukanmu
terjatuh....
penuh sayatan luka
tapi kini sedikit aku tak memahamimu
bukan karena wajahmu berubah
atau rambutmu bertambah panjang
tapi karena hatimu telah pergi

Selong, 2011


Siang Akhir Desember


: balasan puisi Fatih Kudus jaelani
: Kulanjutkan untuk Amril Ayuni

Siang bisa mendung
tatkala sang perempuan yang dinanti
keluar dengan rambut terurai rapi
dan dengan senyum mekar berseri

sebungkus nasi hanya pelepas rindu
yang akhirnya ku buang jauh ke dasar laut
disaat perjalanan kerumahmu begitu membingungkan
aku hanya bersandar pada satu keyakinan

seperti pagi yang bisa menduga
aku bukan santapannya siang ini
meninggalkan kewajibanku hanya untuknya
yang akhirnya terbuang dengan percuma

aku yakin, ini saatnya melepas
walau air mata habis terkuras__
A_A


Selong, 2010


Telur Pecah

biarlah nafas terlepas
bukankah kematian adalah hal biasa
aku bukan Tuhan yang bisa abadi
aku bukan malam yg selalu menaungi

keindahan bukan hanya dibumi
aku ingin terlepas seperti hembusan angin
mengalir di sungai amazone, terhempas di padang gurun afrika
yang kubutuh saat ini adalah dia
dia sang pemberi semangat dan penyandar lelah

tapi dimana ?? entah dimana ??
harus cari di mana dia yang telah membawa semua
menyisakan kebimbangan
ah, biar saja terlepas, aku tak peduli

ku tulis disaat sepi dan raga serasa tak berarti
A_A

Selong, 2010


Malam Jum'at di Bawah Pohon Mangga

(di Rumah Pak Syaiful)

duduk di tengah-tengah bidadari dan malaikat.....
aku tersentak mati lampu, tapi wajahnya begitu terang bersinar
ada duka disini di dalam keremangan
ada suka terpancar disertai desiran air masuk ke tubuhku
aku bukan nabi yang bisa bersabar sepenuhnya

damai itu abadi seperti air yang mengalir menuju puncak surga
malam jumat, terasa seperti malam lainnya
bukan karena sang malaikat selalu memberikan canda
dan bukan karena senyum manis bidadari
ah,, aku mencoba berdiri memandang liukan bintang

Cinta itu absrak, tidak memandang status, aku tegaskan

masih ada keindahan di sisi ku masih ada kelemahan dihatiku
tergetar saja disaat sang bapak mengetuk pintu hati untuk berlabuh
aku diam, tapi senyumnya manis menurut kawanku Kudus Jaelani
biarlah aku terlelap malam ini melihat lukisan indah dikamarku
lukisan bidadari dengan sejuta makna dan seribu misterinya

Pancor, 2010


Last Day On December

kicau burung berubah merdu
desir angin menyapa lembut
belaian senja begitu indah
tahun segera berganti, aku tegaskan

nyanyian dedaunan merepih mesra
bisikan surya menenangkan hati
sekali lagi aku tegaskan, tahun segera berganti

uraian senyum mu kian tergambar
disela-sela dinding kelam kamarku
adakah engkau yang senantiasa menemani
membelai tidur dan membangunkan pagiku
di tahun yang akan berganti

semoga, ucap itu bergumam dihati
semoga, kian bergumam begitu keras
datanglah dan hiasi hidupku sampai mati

Selong, 2010

Yusran Hadi


Yusran Hadi lahir di Tebaban, Lombok Timur 3 Maret 1981. Alumni FKIP Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Mataram. Menulis puisi dan naskah lakon yang beberapa di antaranya termuat dalam bunga rampai Panggung Zaman (Taman Budaya NTB, 2008) dan Simpang Lima (2009). Sehari-hari bekerja sebagai pengajar di SMAN 1 Pemenang dan aktif di Komunitas Tepi Kali, Lombok Utara


Sesekali


sesekali, coba kau katakan
kemanakah cabang dan ranting-ranting ini mengantar kuncup dedaunan
apakah pada kehijauan yang halal bagi angin
ataukah jua padamu semuanya berpulang

sesekali, jangan diam
sebab kebisuan adalah kata-kata melarva
yang suatu saat siap menghisap aku
melepuhkanku dalam panasbaramu

semua telah berlalu, katamu
siapa yang sanggup mengembalikan bandul waktu, kataku
negara ini memang sudah kacau, kau tahu itu
alam tak jelas lagi musimnya, kau juga tahu
tapi sesekali jangan diam melulu
pintaku, sapa aku dengan kehijauan yang dulu
walau mungkin kini dedaunan itu telah kuning kering
mewarna hara

Pengasingan, 20 November 2010


Aku Masih Mencarimu

aku masih mencarimu
di tumpukan buku buku dimana namamu pernah kau catatkan
di kursi-kursi kosong perpustakaan dan rak-rak yang berbau kamper

aku masih mencarimu
di malam-malam panjang di dalam kendara para pemimpi
di galeri-galeri dimana segala pajangan
menyaksikan kita pernah bergandengan tangan

aku masih mencarimu
karena masih saja kurasakan
jari-jarimu yang kurus
tak henti membenahi urat hidupku

aku masih mencarimu
walau sesungguhnya kutahu kau ada dimana

28 Desember 2010


Tentang Waktu

Mengapa tak kau samakan jarum waktu di jammu
Hingga tik tok detik detik milikku dan milikmu tak lagi berseteru
Lama aku menunggumu di angka itu
Namun jarummu tak jua sampai

Detikku kah itu yang menerabas begitu tangkas
Hingga detakmu terasa tertelan pelan

Tapi nyatanya aku telah begitu lama menunggu
menangguk temu atas jarummu
gemetar jarumku sendiri mengekang diri
Rasa rasanya aku tak pernah lalai menghitung gerakmu
Apakah mungkin ada suatu keajaiban
yang membuat kau berlalu
dan terabaikan

Jadi beginilah kita
Tak jelas engkau kah leher atau aku kah kepala

12 Agustus 2010



Tentang Kebebasan Seekor Burung yang Membuat Malu Tuannya

selepas manakah dari waktu
telah membawa paruhmu berlari
sebagai burung, kau nyaris tak mengenal angin
sebab sayapmu tanpa tetumbuhan bulu-bulu

di keluasan macam apakah dari alam raya
mampu bercerita padamu
tentang hangatnya sarang dan musim kawin
padahal hampir pasti
sangkarmu sepi tak bercelah, tak berbirahi

aku termangu-mangu
mengenangkan paruh-paruh bodohmu
kini tak henti mematuk-matuki kepalaku yang tolol
sementara jari-jariku yang kelewat malu
tak henti bertanya
di manakah akan disembunyikan
patahan-patahan jeruji ini
yang dulu begitu liat membuimu

Tanjung, 28 Januari 2010