Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Nusa Tenggara Barat. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Minggu, 14 Oktober 2007

Putu Sugih Arta


Putu Sugih Arta
(Mataram)

Putu Sugih Arta (38 Tahun), penyair, cerpenis dan novelis asal Mataram – NTB. Pernah juara Penulisan Puisi Modern Berbahasa Bali (1999), Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Fiksi Pusat Perbukuan Nasional Jakarta (2004), 8 cerita pendek (2004), Antologi Puisi Dian Sastro For President End Of Trilogy (2005), 11 Kumpulan Cerita Pendek (2005), bersama penyair NTB dalam Antologi Puisi Menimba Air Mata Aceh (2005), Antologi Penyair NTB: Suara Gumi Langit (2005). Novel: Misteri Halimun di Puncak Rinjani (2005). Akhit tahun 2005, telah menyelesaikan jenjang Magister Manajemen di Universitas Mataram. Salah satu puisi:

Mulat Sarira, Antara Galungan dan Kuningan

tiga titik tiga sasaran
sadar ke tiadasadaran dan takdir
ada yang keliru dalam diri kita
terpuruk ke tiadasadaran jimbaran vs kuta
untaian manik pengorbanan di atas altar kematian
merajut untuk ke sekiankali mutiara ditelusuk jarum
berumbai benang merah, hitam dan putih
jimbaran dan kuta
rimba manusia bersetubuh dengan raksasa rau
pada paras eloknya yang mengintip tirta kehidupan
kureguk demi nikmatku
putaran cakra wisnu membakar sadar
jiwa-jiwa primitif menyatu dengan alam
melupakan akar kodrati
tiga titik harmoni, cipta semesta manusia
tiga sudut ketenangan
lahir, tumbuh dan berkembang
tiga angkara hadir menunggu
menit, detik sebelum dan sesudah ketegangan
menyeruak perlahan rembulan bulat 210 hari
menjelang galungan tiba
mereka datang
dikebumikan dalam lubuk terdalam
hati kita

10 Oktober 2005


KOMA

-untuk Yuke Ardhiati.
semesta seberang makna
Abimanyu
:ruang kalbu di batas tiga
udara, air dan flora. Mimpi
berlabuh pada biduk hatiku
saat-saat kuingat engkau hanya pagar bisu.Tanya
dunia kaubeda, merebaklah senyum
adakah pengakuan itu pada kisi kisi hatimu?
mawar merah campaka putih
atau…

Ksiti Sundari
:kujawab sudah lelaki itu sosok gaib yang membeku
batu karang yang keras
tak mungkin kugusur sepeluk gunung
masih ada harapan
di liuk senyumnya yang aneh
menggurat makna
antara ribuan kata akibat di antara sebab
duhai, siluet malam
Abimanyu
:rikanang gunung udaya runggu katon
ya matang nyanunggu rikanang udaya
humeneng pwa mengep ageleng ya malok
tarunatidarppa ya manantwa mangol
masiwo saraga ya sedeng pada sih
ri lara nirang Raghusutar papasah
mari yar wulat ringanginum masiwo
humini ta luh nira nirantara ya
( sekedip mata bulan pun meninggi. Bertengger di puncak
si wanita berpaling, namun lelaki di depannya mendekap.Mesra
Hanuman tersentuh, terkenang Sang Rama terpisah dari Sinta
airmata tiada putus-putus )
Utari
:tiada pernah kutahu janji mendobrak lentera
kelir terbakar. Wayang
menengadah tiada daya
lahir kelahiran
mati kematian
kematian lahir
tembok karang Arjuna sebabnya
maafkan aku
Ksiti Sundari
dedalane guna lawan sekti
kudu andhap asor
wani ngalah dhuwur wekasane
tumungkula yen dipun dukani
bapang den simpangi
ana catur mungkur
(petunjuk jalan yang berguna dan sakti
seyogyanya rendah hati
berani mengalah untuk mencapai tujuan yang bijak
menundukkan muka andaikata ditegur
tindakan tiada terpuji, hindari
andai ada orang sedang berbicara sebaiknya permisi)

Mataram, 3 Mei 2007

Tidak ada komentar: